Catatan krusial armina, Musim haji pada tahun 2017 ini merupakan jumlah jemaah haji yang cukup banyak dalam sejarah. Pasalnya kuota haji telah dikembalikan dan ditambah oleh pemerintah Arab Saudi. Menanti puncak haji Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) masih tersisa dalam hitungan hari dan akan jatuh pada 31 Agustus. Segala persiapan pun telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Tiga Catatan Krusial Armina Versi Amirul Hajj

Naib Amirul Hajj yang bernama Abdul Mu’thi, ia menjelaskan ada tiga catatan krusial armina, Titik krusial yang pertama adalah jamaah tarwiyah. Sebagian dari jamaah haji Indonesia berpendapat rute puncak haji adalah mulai dari Makkah menuju ke Mina dan menginap di sana pada 8 Dzulhijjah setelah itu menuju ke Arafah pada keesokan harinya.

“Ini merupakan catatan krusial armina, dengan jumlah jamaahnya yang makin lama makin banyak,” tuturnya.

Selain itu pendapatnya, adalah mengenai persoalan tanazul, yaitu bagi mereka yang memilih berangkat langsung ke Masjidil Haram setelah melaksanakan wukuf di Arafah dan Muzdalifah, artinya tidak langsung menuju ke Mina.

Dan untuk yang terakhir, paparnya, adalah bermabit di Mina. Titik krusialnya adalah terkait dengan bermabit di Mina Jadid yang menjadi perdebatan di sebagian kalangan. Jumlah jamaah haji di kawasan ini cukup banyak hingga mencapai 26 ribuaan.”Sebagian dari jamaah merasa bahwa itu bukan berupa Mina lagi apalagi jaraknya yang jauh,” terangnya.

Oleh sebab itu, atas dari dasar inilah, dari Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini, meminta agar pemerintah gencar memberikan pemahaman yang lebih luas dan detail lagi. Dalam penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri dikenal dengan waktu yang afdlal dan afshah. Waktu yang afdlal dapat dipahami sebagai waktu yang utama untuk bisa menjalankan tahapan ibadah haji, sedang waktu yang afshah adalah waktu yang sah dalam menjalankan pada tahapan-tahapan ibadah haji.

“Kita akan terus berusaha dalam memberikan pemahaman kepada jamaah untuk beribadah di waktu yang sah (afshah) dan tidak memaksakan diri di waktu yang utama (afdlal) karena sangat berisiko,” ucap dia.

Waktu yang afdlal yang dimaksud Mu’thi antara lain adalah pada waktu lontar jumrah Aqabah yang dilakukan setelah terbit matahari hingga waktu zhuhur (matahari tergelincir). Mu’thi mengimbau kepada para jamaah tidak memaksakan diri melakukan Aqabah pada waktu itu. Terlebih, dari pihak Pemerintah Saudi telah menetapkan jadwal dan jam tersebut bukan jadwal jamaah haji Indonesia.

“Patuhi seluruh schedule yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Saudi dan Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, Dia juga menerangkan haji di tanah suci bukanlah merupakan tujuan akhir segalanya. Ukuran dalam keberhasilan haji tidak pada bagaimana sulitnya saat menjalani, akan tetapi bagaimana akhlak para jamaah pasca menunaikan ibadah haji. Keutamaan bisa dirasih saat kembali ke Tanah Suci dengan memperbanyak ibadah dan amalan yang merupakan bagian dari kualifikasi haji yang mabrur. “Kami berharap, seluruh jamaah lebih mengutamakan keabsahan dan keselamatan haji karena hal itu yang memang harus di prioritaskan oleh semua jamaah,” kata dia.  kunjungi juga umroh oktober >> umroh oktober 2018