Haji dan UmrahHaji menurut bahasa adalah perjalanan, kunjungan atau ziarah. Haji secara istilah yang berarti berkunjung atau berziarah ke Baitullah di Tanah suci Makkah untuk melaksanakan beberapa amalan atau ibadah, diantaranya adalah thawaf, sa’i dan yang lainnya dalam waktu tertentu, demi untuk memenuhi panggilan Allah SWT dan melaksanakan rukun Islam yang kelima ini. Ibadah HAJI yang dimulai dengan berihram, thawaf (qudum, ifadah), sa’i (antara Shafa-Marwah), wuquf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melempar jumrah, memotong/mencukur rambut dan diakhiri dengan thawaf wada’. Sedangkan, ibadah UMRAH secara bahasa yang artinya adalah kemakmuran atau keramaian. Kalau umrah menurut istilah adalah berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf, sa’i dan bercukur hanya untuk mengharapka ridho dari Allah SWT. Ibadah ihram yang dimulai dengan berihram, thawaf, sa’i dan diakhiri dengan mencukur atau memendekkan rambut.

Pengenalan Ibadah Haji dan Umrah

Janganlah salah niat dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah dengan berniat melancong atau hanya sekedar rekreasi apalagi sampai dikatakan hanya melampiaskan nafsu kesombongan atas harta yang dianugerahkan oleh Allah SWT atas hamba-hamba Nya. Sebab jika hal itu benar ada di dalam benak jamaah, maka ibadah haji dan umrahnya pun akan sia-sia. Seorang jamaah itu harus mengambil dari harta yang baik dan halal untuk pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Uang yang digunakan untuk biaya ibadah suci tidak boleh berasal dari hasil rentenir, korupsi, pencurian, rampasan dan lain sebagainya. Hal ini yang justru akan membuat pahala haji Anda gugur dan hanya mendapatkan dosa serta murka dari Allah SWT dan Rasul-Nya.

Seorang jamaah itu sudah seharusnya ketika hendak melaksanakan ibadah haji dan umrah agar dapat merasakan kebesaran Allah SWT atas karunia dan pemeliharaan-Nya atas alam semesta. Dia juga memang sudah seharusnya menaati dan mengikuti segala tuntunan ibadah seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Selain itu, dianjurkan atas dia untuk selalu melaksanakan segala kewajiban Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya serta memperbanyak istighfar, tasbih, tahmid, dan takbir agar dapat menyentuh hati dan jiwa yang bersih dan suci.

Seorang jamaah juga sangat dianjurkan untuk selalu berbuat kebajikan bagi sesama kaum muslimin dan memberikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Dia juga harus selalu membantu kaum yang lemah dan miskin. Hal itu wajib dilakukan sebab saling berkasih sayang terhadap sesama manusia, akan mendatangkan juga kasih sayang dari Allah SWT. Selama berada di Tanah suci dan masih melaksanakan ibadah haji dan umrah atau ibadah kebajikan lainnya, seseorang harus menjauhi segala perbuatan Rafats seperti perkataan, sikap dan perbuatan yang menjurus pada erotisme atau bersetubuh. Dan perbuatan fasik mungkar dan perbuatan keji lainnya yang dilarang Allah SWT.

WAKTU PELAKSANAAN HAJI DAN UMRAH

Adapun waktu untuk pelaksanaan ibadah haji yang hanya dilaksanakan pada bulan tertentu yakni Syawal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah. Sedangkan untuk jumlah hari dari ketiga bulan itu adalah 69 hari dengan rincian berikut ini: 29 hari untuk di bulan Syawal, 30 hari untuk di bulan Dzulqo’dah dan 10 hari bulan di bulan Dzulhijjah. Sedangkan, pada tanggal 9 Dzulhijjah adalah puncak ibadah haji dimulai sejak di Arafah hingga 13 Dzulhijjah, sebab di beberapa hari itulah yang dapat memberikan penentuan sah atau tidaknya ibadah haji yang dilakukan.

Adapun  dalam pelaksanaan umrah yang dapat dilakukan dalam waktu kapan saja sepanjang tahun, tidak terikat waktu tertentu hanya di bulan ibadah haji saja. oleh sebab itu, pada tanggal 9 Dulhijjah ibadah umrah tidak dianjurkan dilaksanakan pada hari Arafah hingga 13 Dzulhijjah. Sebab waktu tersebut merupakan puncak dalam pelaksanaan ibadah haji.

HUKUM HAJI DAN UMRAH

Wajib hukumnya bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk melaksanakan ibadah haji. Sedangkan hukum ibadah umrah tidak wajib, melainkan sunnah hukumnya.

MACAM-MACAM HAJI

1.TAMATTU’ merupakan ibadah yang hanya dengan berniat/berihram saja untuk umrah di bulan-bulan ibadah haji. Jika telah sampai di Makkah, seseorang bisa langsung melaksanakan thawaf dan sa’i untuk berumrah, mencukur rambut dan memotong kuku. Apabila sudah tiba hari Tarwiyah yakni hari ke-8 bulan Dzulhijjah, dia mulai ihram dengan melaksanakan ibadah haji secara tersendiri dengan seluruh aktifitas ibadah hajinya.
2.Ibadah haji secara tersendiri disebut dengan IFRAD. Jika seseorang telah sampai di Makkah, maka dia sudah dapat melaksanakan thawaf qudum, dimana thawaf kedatangan ke Tanah suci. kemudian melakukan sa’i untuk ibadah haji tanpa mencukur rambut atau pun memotong kuku. Dia juga sudah tidak perlu lagi untuk bertahallul yakni terlepasnya seseorang dari halangan atau pantangan selama ihram. Sebab posisinya itu tetap atau telah melakukan ihram hingga kemudian di hari raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Jika seseorang mengakhirkan ibadah sa’i hingga waktu thawaf haji, maka tidak masalah.
3.Ibadah haji dimana seseorang itu melakukan ihram untuk ibadah haji dan umrah dalam waktu yang bersamaan atau berihra untuk umrah terlebih dahulu kemudian masuk pada ihram ibadah haji disebut QIRAN. Dimana dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan sebelum melaksanakan thawaf. Seseorang yang melaksanakan haji qiran sama saja dengan yang dilaksanakan pada haji Ifrad. Perbedaannya hanya saja orang yang melaksanakan haji Qiran berkewajiban untuk membayar dam atau denda, sementara haji Ifrad tidak ada kewajiban.

MIQAT

Miqat merupakan tempat khusus yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW. Bagi umat Islam yang hendak melaksanakan ibadah haji dan umrah. Miqat hanya berlaku bagi seseorang yang hendak melaksanakan ibadah haji atau umrah. Hal ini berdasarkan pada hadits riwayat Ibnu Abbas ra, Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Tempat-tempat Miqat adalah khusus untuk orang-orang yang akan melaksanakan ibadah haji atau umrah saja, bukan untuk seluruhnya.

Bagi jamaah haji Indonesia gelombang I, miqat ihramnya itu di Bi’r Ali atau Dzulhijjah yang terletak sekitar 20 kilometer dari Makkah atau 450 kilometer dari Madinah. Sedangkan, bagi jamaah haji atau umrah Indonesia gelombang II, miqat ihramnya dapat dilaksanakan di salah satu dari 3 miqat berikut ini: Asrama haji embarkasi di Tanah suci, di atas pesawat udara pad garis yang sejajar dengan Qarnul Manazil yakni sebuah bukit berjarak sekitar 95 kilometer sebelah timur Makkah atau di Airport King Abdul Aziz Jeddah.

MABIT DI MUZDALIFAH DAN MINA

Yang dimaksud dengan MABIT adalah menginap atau bermalam selama beberapa hari atau berhenti sejenak untuk dapat melaksanakan segala sesuatu dalam pelaksanaan melempar jumrah. Ibadah mabit termasuk dalam salah satu wajib haji. Tempat untuk bermalam itu ada di dua tempat yakni Muzdalifah dan Mina. Saat bermalam di dua tempat tersebut, diharapkan kepada jamaah dalam pelaksanaan melempar jumrah di Mina menjadi lebih mudah disebabkan jaraknya yang jauh akan menjadi lebih dekat, hanya berkisar antara 100 M hingga 190 M diantara ketiga jumrah.

Mabit pada tahap pertama dilaksanakan di Muzdalifah pada tanggal 10 Dzulhijjah di hari raya Idul Adha, yakni lewat tengah malam setelah pelaksanaan wukuf dari padang Arafah. Mabit pada tahap pertama ini biasnaya dilaksanakan dalam waktu sebentar saja, sebatas waktu untuk mengambil kerikil sebanyak 7 buah. Sedangkan, Mabit pada tahap kedua itu dilaksanakan di Mina selama dua hari pada tanggal 11, 12 Dzulhijjah bagi yang mengambil Nafar Awal dan selama tiga hari pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah bagi yang mengambil Nafar Akhir atau Tsani. Yang dimaksud dengan Nafar Awal adalah apabila jamaah meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah dan disebut dengan Nafar Awal. Sebab jamaah akan lebih awal meninggalkan Mina kembali ke Makkah dan hanya melontar tiga hari saja.

Nafar Akhir atau Nafar Tsani adalah apabila jamaah melempar jumrah selama empat hari pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah keudian menginap di Mina selama tiga hari pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Mabit di Mina dilaksanakan sebab di tempat inilah tempat pelaksanaan pelemparan atau pelontaran jumrah.

WUKUF DI ARAFAH

Bagi seorang jamaah haji yang paling utama itu adalah melaksanakan ihram pada tanggal 8 Dzulhijjah. Setelah itu, keluar untuk menuju Mina menetap disana dan bermalam hingga malam ke-9 Dzulhijjah. Kemudian pada pagi harinya itu pergi ke padang Arafah. Sudah seharusnya seorang jamaah yang wukuf di Arafah itu berada di garis batas-batas wukuf. Hal ini penting sekali karena sebagian dari mereka sring wukuf di luar batas-batas wukuf sebab dengan berbagai alasan yakni tidak tahu, hanya ikut-ikutan saja dan lain sebagainya. Bagi mereka yang berwukuf di dalam batas-batas wukuf karena sengaja, maka pelaksanaan hajinya pun tidak sah. Hal inilah didasarkan oleh hadits Rasulullah SAW: “Ibadah haj itu harus wukuf di Arafah” (HR Al-Bukhari, Muslim dan lain-lain). Seluruh Padang Arafah dapat dijadikan sebagai tempat untuk berwukuf.

Sementara itu, adapun batas waktu tersendiri untuk melaksanakan wukuf di Arafah yang dimulai ketika waktu zawal, saat tergelincirnya matahari atau sekitar waktu zhuhur pada hari ke-9 Dzulhijjah hingga batas akhir wukuf ketika waktu fajar di hari raya Idul Adha di hari ke-10 Dzulhijjah. Apabila seorang jamaah belum melakukan wukuf hingga terbitnya fajar di hari ke-10 Dzulhijjah, maka ibadah hajinya pun akan sia-sia dan hajinya tidak sah.